Oleh: Budi Candra — Pengamat Kebudayaan Sumbagut

Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, identitas budaya lokal kita perlahan-lahan terkikis. Tradisi, bahasa, kesenian, dan nilai-nilai adat istiadat yang selama ini menjadi ruh masyarakat Sumatera Utara dan Aceh mulai kehilangan ruang di tanah kelahirannya sendiri. Tanpa intervensi yang serius, budaya kita hanya akan menjadi cerita masa lalu dalam buku-buku sejarah.

Sebagai pengamat kebudayaan di wilayah Sumatera bagian Utara, saya menilai pemerintah daerah, baik Provinsi Sumatera Utara maupun Aceh, harus segera mengambil langkah konkret untuk melestarikan warisan budaya yang dimiliki. Ini bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan soal menjaga jati diri bangsa dan memperkuat pondasi peradaban di masa depan.

Upaya pelestarian tidak cukup hanya dalam bentuk seremoni atau festival tahunan yang bersifat simbolik. Diperlukan kebijakan kebudayaan yang sistemik dan terintegrasi—dimulai dari pendidikan berbasis budaya lokal di sekolah, pemberdayaan komunitas adat, hingga dukungan anggaran yang memadai untuk revitalisasi budaya.

Budaya Batak, Melayu, Aceh, Karo, Mandailing, Tamiang, Pakpak, dan banyak entitas budaya lain di wilayah ini memiliki kekayaan narasi, musik, tarian, ritual, dan filosofi hidup yang luar biasa. Semua itu menyimpan nilai-nilai luhur yang relevan dengan pembangunan karakter, toleransi, dan kebersamaan di tengah keberagaman.

Ironisnya, budaya-budaya ini kini justru lebih banyak dipelajari oleh peneliti asing daripada diperhatikan oleh pemangku kebijakan lokal. Bahkan beberapa artefak penting dan manuskrip kuno telah berpindah ke luar negeri, tanpa ada upaya serius untuk mengembalikannya atau mendokumentasikannya secara digital sebagai arsip bangsa.

Saya mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Aceh agar:

  • Membentuk Badan Pelestarian Budaya Daerah yang independen dan berorientasi pada riset dan inovasi kebudayaan.

  • Menjadikan budaya lokal sebagai bagian integral dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

  • Menyediakan dana abadi kebudayaan yang dikelola secara transparan untuk kegiatan riset, pengarsipan, dan regenerasi pelaku seni budaya.

  • Memanfaatkan teknologi digital untuk mendokumentasikan dan mempromosikan kebudayaan lokal ke kancah nasional dan internasional.

Pelestarian budaya bukanlah tugas satu-dua orang, melainkan tanggung jawab kolektif. Namun negara dan pemerintah daerah adalah aktor utama yang memiliki sumber daya dan otoritas untuk memulai dan mendorong gerakan pelestarian ini.

Jika tidak sekarang, kapan lagi? Jika bukan kita, siapa lagi?