Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) Meryl Rouli Saragih menyampaikan keprihatinan mendalam atas laporan 1.003 anak perempuan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Angka ini menunjukkan bahwa Sumut kini menjadi daerah darurat perlindungan anak, terutama bagi mereka yang rentan direkrut sebagai pekerja migran secara ilegal," kata Meryl Rouli Saragih kepada wartawan, Rabu (6/8).

Meryl mengatakan Komisi E meminta agar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sumut serta Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumut harus memperkuat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang sudah dibentuk, serta meningkatkan sinergi lintas sektor.

"Kami mendorong langkah-langkah konkret seperti sosialisasi masif ke sekolah, desa, dan media sosial tentang bahaya agen ilegal dan hak perlindungan anak. Patroli hukum dan pemantauan jalur ilegal yang kerap jadi tempat transit korban," ungkapnya.

"Penyediaan hotline 24 jam untuk pelaporan dugaan TPPO. Pendampingan hukum dan psikososial bagi anak korban, termasuk akses restitusi dan rehabilitasi, dan Revisi atau pembentukan Perda tentang perlindungan anak dan migrasi aman dengan sanksi yang lebih tegas," sambungnya.

Politisi PIP Perjuangan ini mengatakan, secara hukum, pelaku TPPO dapat dijerat dengan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang mengatur ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda hingga Rp600 juta. Bila korban adalah anak-anak, sanksi pidana bisa diperberat, karena termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

"Sebagai aktivis dan wakil rakyat, saya menyerukan penegakan hukum yang tidak pandang bulu terhadap agen atau pelaku TPPO, serta pembekuan izin lembaga yang terlibat perekrutan non-prosedural. Negara harus hadir dan tegas melindungi masa depan anak-anak Indonesia, khususnya di Sumatera Utara," ucap Meryl.

Dia menambahkan, Komisi E DPRD Sumut berkomitmen mengawal kasus ini dan mendorong kebijakan yang berpihak pada perlindungan anak.

"Tidak boleh ada lagi anak Sumut yang menjadi korban karena lemahnya pengawasan dan rendahnya edukasi," pungkasnya.