Dua proyek kolaborasi antara Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution, dengan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, kini dipertanyakan publik.

Alih-alih menjadi solusi bagi banjir dan motor penggerak UMKM, keduanya justru dinilai sebagai proyek gagal yang hanya menyedot APBD ratusan miliar rupiah tanpa manfaat nyata.

Proyek pertama adalah Kolam Retensi USU yang dibangun tahun 2023 dengan dana Rp 20 miliar. Proyek yang dikendalikan Kepala Dinas SDABMBK Medan kala itu, Topan Obaja Putra Ginting, menghabiskan lahan 2.875 m² dengan kedalaman 3,2 meter. Kolam itu diklaim mampu menampung 9.450 m³ air dengan empat pintu air dan box penghubung antar kolam.

Namun realitas di lapangan berbicara lain. Hingga kini, setiap hujan deras, kawasan sekitar USU tetap digenangi banjir. Warga Medan nyaris tak merasakan manfaat dari proyek yang dijadikan simbol penanganan banjir ini.

"Uang habis, tanah USU dipakai, warga tetap banjir. Itu fakta yang tak bisa disangkal," ujar seorang warga sekitar.

Proyek kedua jauh lebih mencolok: Gedung Kolaborasi UMKM Square USU. Dengan nilai kontrak Rp 97,65 miliar yang dimenangkan PT Karya Bangun Mandiri Persada, proyek ini seharusnya selesai akhir 2024.

Bahkan kemudian ditambah lagi Rp 19,05 miliar untuk sarana dan prasarana, sehingga total anggaran melonjak menjadi sekitar Rp 122 miliar. Namun hingga 17 Agustus 2025, gedung itu terbengkalai, mangkrak tanpa serah terima.

Ironisnya, tujuan pembangunan gedung tersebut pun kabur. Bagi pelaku UMKM, galeri megah bukan jawaban. Mereka lebih membutuhkan akses modal, pembinaan, dan pasar. Gedung UMKM Square hanyalah etalase yang tidak menjawab kebutuhan riil.

"Ini hanya proyek mercusuar. Bukan pemberdayaan UMKM, tapi proyek penghabisan anggaran," kritik Sutrisno Pangaribuan, Alumni USU dan Presidium Kornas, di Medan, Senin (18/8).

Dugaan publik kian tajam ketika nama-nama dekat Bobby muncul. Untuk mengawal dua proyek USU, Bobby menunjuk dua bestie-nya, sama-sama alumni STPDN, Topan Obaja Putra Ginting dan Alex Sinulingga. Keduanya dipercaya mengelola proyek strategis yang kini dipertanyakan manfaatnya.

"Pertanyaan besar pun muncul, apakah proyek ini benar-benar dirancang untuk kepentingan warga Medan dan keluarga besar USU, atau hanya menjadi bancakan politik Bobby dan Muri? Jika manfaatnya tidak bisa dijelaskan secara gamblang, wajar bila publik mendesak KPK membuka penyelidikan," ujaranya

Apalagi, Muryanto Amin sendiri sudah pernah diperiksa KPK terkait proyek jalan nasional dan provinsi di Sumut. Maka, masuk akal bila KPK memperluas penyelidikan ke proyek USU.

"Pola ini mirip dengan kasus Gatot Pujo Nugroho. Ada indikasi pemufakatan jahat sejak tahap perencanaan," tegas Sutrisno.