Kedewasaan Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) Erni Ariyanti Sitorus dalam berpolitik dinilai masih jauh dari matang. Sebagai seorang pimpinan legislatif, Erni dianggap anti kritik dan belum mampu menyelesaikan persoalan secara bijak.

Kontroversi mencuat ketika Erni melaporkan Wakil Ketua DPRD Deliserdang berinisial HS ke Polda Sumut, terkait dugaan pencemaran nama baik di media sosial Instagram.

Laporan itu muncul setelah akun Instagram hastara.id mengunggah berita berjudul 'Bestie Politik Erni dan Bobby', yang menyinggung kedekatan Erni dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution dan dinilai melemahkan fungsi pengawasan legislatif.

HS kemudian menuliskan komentar di kolom unggahan tersebut. Sejumlah netizen juga ikut berkomentar, mulai dari 'cocok ya mereka'. 'tinggal nunggu undangan'. 'semoga berjodoh'. hingga 'soulmate'. Namun, dari sekian komentar, hanya HS yang dilaporkan oleh Erni ke kepolisian.

Pengamat politik Bakhrul Khair Amal menilai sikap Erni menunjukkan ketidakdewasaan dalam berpolitik. Menurutnya, kritik adalah hal yang wajar bagi seorang pejabat publik, apalagi bagi seorang Ketua DPRD.

"Seharusnya dia bisa bertabayun dan berdiskusi. Penyelesaian itu bisa dilakukan dengan perspektif kepemimpinan. Karena kedewasaan dalam berpolitik itu akan dilihat dari caranya menghadapi masalah," kata Bakhrul, di Medan, Senin (18/8).

Ia bahkan menilai Erni terlalu baper dalam merespons komentar yang menurutnya tidak sampai pada level penghinaan.

"Bahasa-bahasa yang digunakan itu bahasa umum. Tidak ada tendensi serius. Seharusnya dicek dulu dengan ahli bahasa sebelum buru-buru membuat laporan," tegasnya.

Bakhrul juga mengingatkan agar laporan ini tidak dimanfaatkan kelompok tertentu untuk memecah belah internal DPRD Sumut.

"Kenapa mesti harus sampai ke ranah hukum? Takutnya dimanfaatkan oleh oknum yang ingin membuat kegaduhan," ujarnya.

Lebih jauh, Bakhrul menyoroti kapasitas Erni sebagai pemimpin yang justru gagal menyelesaikan masalah pribadi tanpa membawa ke ranah hukum.

"Kalau masalah pribadi saja tidak bisa diselesaikan, bagaimana dengan masalah besar di Provinsi Sumatera Utara?," kritiknya.

Menurut Bakhrul, pemimpin yang kuat seharusnya fokus mencari jalan keluar, bukan menambah masalah baru.

"Yang dikritik ini pejabat publik, bukan pribadi. Seharusnya sebagai Ketua DPRD, dia mampu menguasai persoalan dengan sikap negarawan, bukan membawa perbedaan pendapat ke jalur hukum," jelasnya.

Bakhrul menegaskan, persoalan ini lebih baik diselesaikan secara internal agar tidak mencoreng wibawa lembaga legislatif.

"Mereka itu satu rumah tangga, wakil rakyat. Kalau urusan seperti ini saja tidak bisa diselesaikan secara dialogis, masyarakat tentu akan menilai negatif. Ketua DPRD harusnya meredam kegaduhan, bukan justru menciptakannya," pungkasnya.