Kunjungan Bupati Labuhanbatu, Maya Hasmita ke kantor Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Kejaksaan Agung di Jakarta, 18 September 2025, memicu gelombang kritik tajam.

Alih-alih memperkuat sinergi Jaga Desa, langkah tersebut dinilai tidak etis, bahkan terkesan menyepelakan peran Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) yang sejatinya berwenang mengawasi penggunaan dana desa di daerah.

Pertemuan dengan JAM Intel Reda Manthovani memang dikemas dengan bahasa normatif, penguatan sinergi dan pendampingan hukum.

Tokoh Pemuda Sumut, Pangeran Siregar mengatakan, substansinya justru menimbulkan tanda tanya besar, mengapa urusan pengawasan dana desa di Labuhanbatu harus dibawa ke Jakarta? Apakah Kejari dan Kejatisu sudah tidak dianggap mampu.

Menurut Pangeran, langkah Maya Hasmita ini seperti "melompat pagar" hierarki kelembagaan Kejaksaan. Seolah-olah ia ingin menunjukkan bahwa dirinya memiliki akses langsung ke pucuk pimpinan di pusat.

"Sehingga tidak tersentuh oleh pengawasan hukum di level daerah. Bagi publik, ini bisa dibaca sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi Kejaksaan di Sumut," ungkapnya.

"Kalau urusan dana desa saja harus sampai ke JAM Intel, lalu apa gunanya ada Kejari dan Kejati di Sumut? Ini jelas manuver politik hukum yang merusak tatanan," sambungnya.

Apalagi, lanjut Pangeran, hubungan kepala daerah dengan JAM Intel bukanlah forum resmi penyelesaian teknis dana desa. Dengan menempuh jalur "atas", Maya Hasmita justru menimbulkan kesan bahwa ia mencari perlindungan politik-hukum.

"Pesan yang sampai ke masyarakat, Bupati Labuhanbatu lebih percaya pada jaringan di pusat ketimbang aparat penegak hukum di daerah," ungkapnya.

Pangeran mengatakan, kekecewaan publik semakin besar ketika JAM Intel Reda Manthovani memberikan apresiasi terbuka. Sikap itu berisiko menyeret marwah Kejaksaan Agung ke ranah politik lokal.

"Jika dibiarkan, pertemuan semacam ini bisa menjadi preseden buruk, kepala daerah seenaknya menyepelekan Kejari dan Kejati, lalu langsung menggandeng pejabat pusat demi citra dan tameng hukum," sebutnya.

"Jangan sampai JAM Intel dijadikan simbol kedekatan, bukan penegakan hukum. Citra Kejaksaan bisa rusak, masyarakat akan curiga bahwa lembaga penegak hukum bisa dipakai untuk kepentingan politik kepala daerah," tambahnya.

Karena itu, kata Pangeran publik Labuhanbatu kini menunggu sikap tegas Kejaksaan. Apakah akan membiarkan Bupati seolah-olah mengangkangi kewenangan Kejari dan Kejati Sumut.

"Atau mengembalikan marwah institusi dengan menegakkan aturan hierarki? Jika tidak, wibawa Kejaksaan di daerah akan runtuh di mata masyarakat," pungkasnya.