Polemik dugaan penerimaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menjadi sorotan.

Dalam daftar nama yang beredar di publik, terdapat nama Gus Irawan Pasaribu mantan anggota DPR RI Komisi XI yang kini menjabat sebagai Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel).

Isu ini menuai perhatian karena Komisi XI DPR RI memiliki peran strategis dalam mengawasi BI dan OJK. Dugaan penerimaan dana CSR oleh anggotanya, termasuk mereka yang kini menjabat di eksekutif daerah, dinilai menimbulkan potensi konflik kepentingan.

"Keterkaitan ini bukan persoalan kecil. Ketika seorang mantan legislator yang mengawasi BI-OJK disebut menerima dana CSR, wajar publik mempertanyakan integritasnya," kata Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sumut, Irham Sadani Rambe kepada wartawan, Jumat (15/8).

Irham mengatakan, kritik tajam yang diarahkan kepada Gus Irawan ini mengingat rekam jejaknya sebagai politisi senior Partai Gerindra sekaligus mantan pejabat tinggi di Senayan dianggap menuntut standar transparansi yang tinggi.

"Sebagai pejabat publik, baik di DPR maupun sekarang di kepala daerah, harus ada sikap terbuka. Apalagi menyangkut dana yang bersumber dari lembaga negara," sebutnya.

Irham menegaskan, jika benar ada dana CSR yang diterima, publik harus tahu jumlahnya, kapan diterima, dan untuk apa saja peruntukannya.

"Kalau memang ada dana CSR itu, untuk apa digunakan? Apakah untuk program masyarakat atau kepentingan pribadi? Semua harus jelas," sebutnya.

Irham mengatakan, keterbukaan informasi menjadi langkah penting untuk mencegah berkembangnya spekulasi liar. Tanpa penjelasan resmi, isu seperti ini akan menjadi bola liar yang bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan wakil rakyat.

"Jangan tunggu sampai isu ini jadi fitnah yang membesar. Kalau tidak benar, buktikan dengan data. Kalau benar, jelaskan alasannya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Irham mengatakan publik juga mempertanyakan mekanisme distribusi dana CSR di BI dan OJK. Secara umum, CSR dimaksudkan untuk mendukung kegiatan sosial, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat.

"Namun, jika penyalurannya menyasar individu atau kelompok politik, hal ini dianggap menyimpang dari semangat CSR yang seharusnya murni untuk kepentingan publik," sebutnya.

Irham juga meminta agar KPK, BPK, dan BI membuka daftar penerima dana CSR tersebut. Ia mengatakan polemik ini menjadi ujian bagi komitmen transparansi pejabat publik, baik yang duduk di kursi legislatif maupun eksekutif.

"Jika isu ini dijawab dengan keterbukaan dan data yang jelas, publik akan mendapat kepastian dan kepercayaan bisa pulih. Namun, jika dibiarkan tanpa klarifikasi, risiko krisis kepercayaan terhadap lembaga negara akan semakin besar," pungkasnya.

Hingga kini, Gus Irawan Pasaribu belum memberikan pernyataan resmi menanggapi kabar yang beredar.