Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua KPU Labuhanbatu Utara (Labura), Adi Susanto menyisakan pertanyaan besar publik.

Bukan hanya soal dugaan suap Rp417 juta yang dilaporkan, tetapi juga pengakuan adanya pengembalian uang Rp343 juta yang tak utuh.

Fakta bahwa kedua pihak mengakui uang itu pernah berpindah tangan membuat isu ini semakin sensitif. Dari total Rp417 juta, Rp317 juta dikembalikan tunai dan Rp26 juta melalui transfer, menyisakan Rp74 juta yang tak jelas keberadaannya.

Koordinator Aliansi Mahasiswa Peduli Demoraksi Mesar menilai menilai fakta pengembalian ini justru menguatkan dugaan adanya transaksi di luar koridor hukum.

"Kalau uang itu memang bukan hasil kesepakatan yang melanggar aturan, mengapa harus dikembalikan? Publik melihatnya jelas aneh. Ini bukan sekadar polemik pribadi, ini menyangkut integritas penyelenggara pemilu," ujar Mesar kepada wartawan, Jumat (15/8).

Mesar yang juga putra asli Kabupaten Labura ini mengatakan, sikap teradu yang membantah keras menerima uang tidak konsisten dengan adanya pengembalian sebagian dana.

"Ini dua fakta yang saling bertolak belakang. Di satu sisi bilang tidak pernah terima, di sisi lain ada pengembalian. Apalagi saksi mengaku nomornya diblokir ketika menagih sisa uang," tegasnya.

Mesar menambahkan, integritas pemilu di Labura sedang diuji di meja DKPP. Ia mendesak majelis untuk menggali bukti transfer, komunikasi digital, hingga kesaksian semua pihak yang terlibat.

"Kami, mahasiswa dan masyarakat Labura, tidak mau pemilu dikotori permainan uang. Kalau ada penerimaan, harus jelas asal-usul dan tujuannya. Kalau terbukti melanggar, harus ada sanksi tegas. Jangan ada kompromi,” pungkasnya