Proyek dengan nilai kontrak Rp 36 miliar ini dilaporkan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Berdialektika dengan Logika Sumatera Utara (MADILOG Sumut) ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).

Pantauan di lapangan, kondisi proyek masih jauh dari kata layak. Papan proyek yang berdiri kokoh di lokasi menampilkan data resmi, mulai dari nilai kontrak, pelaksana, hingga sumber dana dari Dana Alokasi Umum (DAU) TA 2025.

Namun, pemandangan sekitarnya justru memperlihatkan ketidaksesuaian dengan besarnya anggaran. Tumpukan material sederhana, peralatan seadanya, bahkan pakaian pekerja yang bergelantungan di lokasi menimbulkan kesan proyek bernilai miliaran ini tidak dikelola secara profesional.

Lebih parah lagi, progres pekerjaan di lapangan hingga kini belum mencapai 50 persen, padahal kontrak ditandatangani sejak 23 Mei 2025 dan sudah memasuki sekitar 70 hari kerja dari total 210 hari kalender yang disepakati. Kondisi ini memperkuat dugaan masyarakat bahwa proyek tidak berjalan sesuai target dan berpotensi mangkrak.

MADILOG Sumut menilai adanya kejanggalan serius dalam pelaksanaan proyek strategis tersebut. Koordinator aksi, Habibi Martua Hasibuan, dalam orasinya di depan Kejagung, menegaskan indikasi penyimpangan terlihat dari minimnya progres dan dugaan adanya permainan sejak proses tender.

"Jangan tunggu sampai jembatan ini gagal dibangun atau mangkrak. Uang rakyat yang nilainya Rp 36 miliar harus dipertanggungjawabkan," kata Habibi kepada wartawan, Senin (16/9).

Proyek ini sendiri dikerjakan oleh PT Daffa Buana Sakti. Meski memiliki waktu pelaksanaan 210 hari kalender, hingga pertengahan September, publik mulai mempertanyakan sejauh mana progres fisik yang dihasilkan dari anggaran besar tersebut.

Habibi juga menyoroti adanya ironi pada papan proyek yang menekankan slogan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) serta imbauan Shalat. Menurutnya, pesan itu seakan tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan yang masih terkesan asal-asalan.

"Keselamatan kerja harusnya ditunjukkan dengan standar pekerjaan yang jelas, bukan sekadar jargon di papan proyek,” tambah Habibi.

Habibi menyebut, warga Kotapinang pun ikut was-was. Mereka khawatir proyek ini hanya akan menjadi catatan pemborosan anggaran jika tidak ada pengawasan ketat dari aparat penegak hukum.

"Apalagi, jembatan Sungai Barumun diharapkan menjadi akses vital untuk transportasi masyarakat dan distribusi ekonomi di wilayah Labuhanbatu Selatan," pungkasnya.

Laporan MADILOG Sumut menjadi alarm bahwa proyek bernilai puluhan miliar rupiah ini patut ditelusuri, baik dari aspek administrasi, tender, hingga realisasi fisik di lapangan.