KOTA PINANG, - Sekretaris Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Sekda Labusel) Reza Pahlevi Nasution menegaskan bahwa pengadaan mobil Jeep SUV senilai Rp919 juta yang bersumber dari APBD 2025 bukan diperuntukkan bagi Bupati Fery Simatupang, melainkan untuk Wakil Bupati Syahdian Purba Siboro.

"Pengadaan mobil Jeep itu sebenarnya untuk operasional Wakil Bupati, bukan untuk Bupati. Jadi jangan salah kaprah. Lagi pula, pengadaan dilakukan sebelum saya menjabat Pj Sekda Labusel," jelas Reza, Rabu (1/10).

Reza menyebut mobil tersebut saat ini sudah tersedia dan dipakai sesuai peruntukan.

"Mobil sudah ada, dan peruntukannya jelas untuk Pak Wakil Bupati,” tambahnya.

Meski ada klarifikasi dari Sekda, pengadaan Jeep SUV 2.0T (4x4) AT senilai Rp919.552.900 yang tercatat di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) tetap menuai sorotan.

Aktivis Madilog Sumut, Habibi Hasibuan, menilai kebijakan itu bertentangan dengan semangat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.

"Siapapun penerimanya, tetap saja ini bentuk pemborosan. Apalagi harganya hampir Rp1 miliar. Mobil dinas bisa menggunakan kendaraan standar yang lebih murah, tidak harus Jeep mewah 4x4," tegas Habibi.

Habibi menilai, langkah Pemkab Labusel bertolak belakang dengan Inpres No. 1 Tahun 2025 yang menginstruksikan kepala daerah untuk memangkas belanja tidak penting dan mengutamakan kebutuhan rakyat.

"Kalau Presiden sudah minta efisiensi, tapi di Labusel justru bermewah-mewah, ini jelas ironi," katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa dana sebesar Rp919 juta bisa digunakan untuk memperbaiki jalan desa, membangun jembatan, atau meningkatkan layanan kesehatan.

"Bupati dan Wakil Bupati harusnya memberi teladan hidup sederhana, bukan sebaliknya," tambahnya.

Dia juga mendesak DPRD Labusel untuk tidak tinggal diam. Mereka diminta mengawasi dan mengkritisi kebijakan yang dianggap bertentangan dengan kepentingan rakyat.

"DPRD jangan hanya jadi tukang stempel. Ini menyangkut uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk program prioritas,"ucap Habibi.

Habibi juga mengingatkan bahwa pengadaan kendaraan mewah sering kali rawan praktik korupsi, mulai dari penggelembungan harga, pengaturan tender, hingga dugaan gratifikasi.

Dia meminta aparat penegak hukum ikut memantau penggunaan anggaran tersebut.

"KPK dan Kejaksaan harus membuka mata. Jangan sampai pengadaan Jeep Rp919 juta ini menjadi pintu masuk korupsi. Publik berhak tahu bagaimana anggaran sebesar itu bisa disetujui,” pungkasnya.