Kasus dugaan korupsi proyek jalan nasional dan provinsi di Sumatera Utara (Sumut) mulai membuka tabir relasi kekuasaan segitiga antara Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin, dan tersangka KPK Topan Obaja Putra Ginting.

Ketiganya selama ini dikenal publik sebagai jaringan erat yang saling menopang di panggung politik, birokrasi, dan proyek-proyek strategis di Sumut.

Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan, menilai pemeriksaan Muryanto oleh KPK bukan sekadar formalitas hukum, melainkan indikasi keterhubungan langsung antara jejaring elite politik Sumut dengan aliran proyek bernilai triliunan rupiah.

"Bobby sebagai kepala daerah, Topan sebagai 'anak emas' yang mengatur proyek, dan Muryanto sebagai akademisi yang punya akses institusional, ini bukan kebetulan. Pola ini adalah konstruksi kekuasaan yang saling melengkapi," tegas Sutrisno kepada wartawan, di Medan, Jumat (15/8) malam.

Menurutnya, Muryanto memiliki posisi strategis bukan hanya sebagai pimpinan tertinggi USU, tetapi juga sebagai sahabat dan konsultan politik Bobby. Kolaborasi keduanya dalam proyek Pemko Medan saat Bobby masih wali kota, seperti pembangunan kolam retensi di depan biro rektor dan galeri UMKM, menunjukkan adanya hubungan kerja yang tak sekadar formal.

"Jika KPK mau serius, mereka harus menelisik apakah proyek-proyek itu bagian dari pola yang lebih besar, politik yang dibiayai proyek, dan proyek yang dijaga oleh jejaring kekuasaan," kata Sutrisno.

Sutrisno yang juga alumni USU ini mengatakan, status Muryanto sebagai rektor USU yang dipanggil KPK adalah catatan sejarah kelam bagi dunia pendidikan tinggi di Sumut.

"Sepanjang sejarah USU, belum pernah ada rektor yang dipanggil KPK untuk kasus korupsi di luar kampus. Ini bukan hanya aib personal, tapi pukulan telak terhadap marwah akademik," ujar Sutrisno.

Atas dasar itu, Sutrisno mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk segera menonaktifkan Muryanto dari jabatannya.

"Langkah ini bukan vonis bersalah, tapi langkah penyelamatan institusi. Jangan sampai USU dijadikan benteng moral untuk melindungi seorang pejabat yang tengah diperiksa dalam kasus besar,” tegasnya.

Penonaktifan ini, lanjutnya, akan memberi ruang bagi pelaksana tugas (Plt) rektor untuk menjalankan operasional kampus tanpa bayang-bayang kasus hukum.

Sutrisno juga mengingatkan agar Muryanto tidak menggunakan fasilitas jabatan seperti kendaraan dinas, akomodasi hotel, atau biaya perjalanan dinas selama menjalani pemeriksaan.

"Integritas itu diuji di sini. Kalau memang tidak salah, hadapi proses hukum dengan biaya sendiri," ujarnya.

Kasus ini semakin mengerucut ke lingkaran inti Bobby Nasution. Selain Topan dan Muryanto, KPK telah memeriksa sejumlah sahabat dekat Bobby, antara lain mantan Bupati Mandailing Natal Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, mantan Sekda sekaligus mantan Wali Kota Padangsidimpuan Letnan Dalimunthe, serta mantan Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi.

Kata Sutrisno, semua nama ini bukan sekadar pejabat atau kolega, tetapi bagian dari jaringan sosial dan politik yang membentuk 'pagar hidup' di sekitar Bobby.

"Kalau KPK mau membongkar tuntas, ini saatnya. Relasi politik, proyek, dan persahabatan yang membentuk segitiga kekuasaan inilah yang harus diurai. Tanpa itu, kasus ini hanya akan berhenti di permukaan," pungkas Sutrisno.